Sabtu, 09 April 2011

Latent social problem

Ketika berbicara tentang masalah sosial saat ini, pandangan kita tidak hanya tertuju pada satu masalah saja. Namun, terdapat beberapa buah pemikiran yang merupakan masalah sosial yang mungkin sebagian besar belum ada jalan keluarnya. Selanjutnya, masalah sosial ini pun mempunyai klasifikasinya sendiri sebagai berikut:
1.      Klasifikasi berdasarkan dikotomi:
a.       Masalah social patologis dan non patologis
b.      Masalah social klasik konvensional dan modern kontemporer
c.       Masalah social manifest dan laten
d.      Masalah social strategis dan non strategis
2.      Klasifikasi berdasarkan warisan
a.       Warisan social
b.      Warisan biologis
c.       Warisan fisik
d.      Warisan kebijakan social

Setelah mengetahui secara garis besar klasifikasi masalah social  di atas. Selanjutnya,  kita hanya akan membahas tentang masalah social laten atau sering disebut dengan Latent social problem.  Latent social problem merupakan masalah social yang ada tapi tidak disadari oleh masyarakat atau masyarakat tidak berdaya untuk mengatasinya, atau juga berkaitan dengan nilai – nilai yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Sebagai contoh jelas dari latent social problem yaitu kemiskinan.



Kemiskinan tidak dapat dipisahkan dari keadilan sosial, PALING sedikit 23,63 juta penduduk Indonesia terancam kelaparan saat ini, di antaranya 4,35 juta tinggal di Jawa Barat. Ancaman kelaparan ini akan semakin berat, dan jumlahnya akan bertambah banyak, seiring dengan Mereka yang terancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per kapita sebulannya di bawah Rp 30.000,00.

Di antara orang-orang yang terancam kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk Indonesia, berada dalam keadaan paling mengkhawatirkan. Dari jumlah itu, sebanyak 50.333 berasal dari Jawa Barat, di antaranya 10.430 orang tinggal di Kabupaten Bandung dan 15.334 orang tinggal di Kabupaten Garut. Mereka yang digolongkan terancam kelaparan dengan keadaan paling mengkhawatirkan adalah penduduk yang pengeluaran per kapitanya di bawah Rp 15.000,00 sebulan. 

Angka-angka ancaman kelaparan itu dapat disimak dalam laporan Survei Sosial Ekonomi Nasional 1996 dalam buku "Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 1996" yang dipublikasikan Biro Pusat Statistik, dan buku "Data Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Barat Tahun 1996" yang dipublikasikan Kantor Statistik Provinsi Jawa Barat.

Karena data dalam laporan itu diperoleh pada tahun 1996, saat Indonesia belum terpuruk dalam krisis ekonomi, maka sudah selayaknya perlu disimak dengan lebh hati-hati. Salah satu rambu kehati-hatian yang diperlukan adalah keadaan Indonesia saat ini yang ditandai dengan meroketnya harga, sedangkan pendapatan penduduk merosot yang antara lain disebabkan oleh banyaknya orang yang terkena PHK.


Ada kemungkinan angka tahun 1996 itu lebih baik daripada keadaan Indonesia 1998. (Pada saat makalah ini ditulis, penulis belum membaca buku "Statistik Kesejahteraan Rakyat 1997" yang diterbitkan BPS, Maret 1998).

Dalam keadaan yang begitu berat, sebagian penduduk Indonesia terpaksa mengais sah untuk mempertahankan hidupnya, seperti terpang dalam cover majalah internasional Newsweek, 27 Juli 1998, dan Pikiran Rakyat, 6 Agustus 1998.

Kemiskinan dalam pengertian konvensional pada umumnya (income) komunitas yang berada dibawah satu garis kemiskinan tertentu. Oleh karena itu sering sekali upaya pengentasan kemiskinan hanya bertumpu pada upaya peningkatan pendapatan komunitas tersebut. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa pendekatan permasalahan kemiskinan dari segi pendapatan saja tidak mampu memecahkan permasalahan komunitas.
Karena permasalahan kemiskinan komunitas bukan hanya masalah ekonomi namun meliputi berbagai masalah lainnya. Kemiskinan dalam berbagai bidang ini disebut dengan kemiskinan plural. Menurut Max-Neef et. al, sekurang-kurangnya ada 6 macam kemiskinan yang ditanggung komunitas, yaitu :
1. Kemiskinan sub-sistensi, penghasilan rendah, jam kerja panjang, perumahan buruk, fasilitas air bersih mahal.
2. Kemiskinan perlindungan, lingkungan buruk (sanitasi, sarana pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada jaminan atas hak pemilikan tanah.
3. Kemiskinan pemahaman, kualitas pendidikan formal buruk, terbatasnya akses atas informasi yang menyebabkan terbatasnya kesadaran atas hak, kemampuan dan potensi untuk mengupayakan perubahan.
4. Kemiskinan partisipasi , tidak ada akses dan kontrol atas proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri dan komunitas.
5. Kemiskinan identitas, terbatasnya perbauran antar kelompok sosial, terfragmentasi. 
6. Kemiskinan kebebasan, stres, rasa tidak berdaya, tidak aman baik di tingkat pribadi maupun komunitas.

Bila ditinjau dari konsep kebutuhan, maka 6 macam kemiskinan ini bisa diatasi dengan pemenuhan dua macam kebutuhan diatas. Kemiskinan ekonomi diatasi dengan memenuhi kebutuhan praktis sedang kemiskinan yang lain diatasi dengan pemenuhan kebutuhan strategis . 

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan


Akhir-akhir ini terlihat kecenderungan bahwa kemiskinan akan lebih banyak ditemui di wilayah perkotaan seiring dengan meningkatnya urbanisasi den krisis ekonomi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Padahal sebelumnya kemiskinan diidentikkan dengan fenomena desa atau daerah terpencil yang minus sumber dayanya.


Tapi kemiskinan tetap sebagai suatu kondisi sosial yang umumnya invisible den belum dipahami sepenuhnya oleh para pengambil keputusan. Ini pula yang menjadi motif utama pelaksanaan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotnan (P2KP) yang dalam pelaksanaannya menggunakan paradigma dan pemahaman baru.


Kemiskinan sebagai masalah nasional, tidak dapat hanya diselesaikan oleh pemerintah melalui berbagai kebijaksanaan pembangunan, tetapi juga harus menjadi tanggung jawab bersama bagi semua pelaku pembangunan termasuk masyarakat itu sendiri. Kunci pemecahan masalah kemiskinan adalah memberi kesempatan kepada penduduk miskin untuk ikut serta dalam proses produksi dan kepemilikan aset produksi.
Proyek P2KP yang telah diluncurkan pemerintah dengan penekanan pada pendekatan komunitas dan bertumpu pada pengembangan manusia. Ini terlihat jelas dalam latar belakang proyek yang menegaskan bahwa Proyek P2KP dirancang secara khusus dengan pengertian bahwa upaya pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan akan dapat diwujudkan dengan lebih memberdayakan komunitas itu sendiri khususnya komunitas ditingkat kelurahan. 


Pemberdayaan komunitas dilaksanakan dengan menyediakan sumberdaya yang tepat dan menekankan bahwa pengambilan keputusan maupun tanggung jawab berada di tangan komunitas sendiri. 

Memang ironis bahwa walaupun kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang setua peradaban manusia, tapi pemahaman terhadapnya dan upaya untuk mengentaskannya belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Bahkan, dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia orang miskin "baru" semakin bertambah.

Created by: yupiana cris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar